Invalid Date
Dilihat 16 kali
"Kartini di Era Digital"
Namanya Kartika Rani. Teman-temannya memanggilnya Rani, tapi ibunya selalu memanggilnya Kartini kecil—karena sejak kecil, Rani selalu punya banyak tanya.
“Kenapa sekolah di desa kami cuma sampai SMP?”
“Kenapa perempuan harus menikah muda?”
“Kenapa yang kerja di kota cuma laki-laki?”
Pertanyaan-pertanyaan itu tumbuh bersamanya, seperti pohon yang terus mencari cahaya.
Saat usianya menginjak 17 tahun, Rani mendapatkan beasiswa ke kota. Ia belajar teknologi, coding, dan juga komunikasi digital. Di kampus, ia bukan hanya menjadi mahasiswa, tapi juga menjadi suara untuk teman-teman yang tertinggal di desa. Ia membuat komunitas belajar online gratis untuk anak-anak di pelosok. Ia mengajari ibu-ibu desa cara menggunakan smartphone untuk berjualan secara daring.
Sambil mengenakan jilbabnya yang sederhana, ia berbicara di panggung TEDx kampusnya:
“Kartini dulu menulis surat untuk membuka mata dunia,
sekarang kita menulis baris-baris kode, konten edukatif, dan kampanye sosial—
untuk hal yang sama: kemerdekaan berpikir, pendidikan, dan kesetaraan.”
Ia tak membawa nama besar. Tapi ia membawa semangat yang besar.
Ia bukan pahlawan yang ada di uang kertas,
tapi jejaknya tertinggal di layar gadget, di pikiran murid-muridnya, dan di hati ibu-ibu yang kini percaya diri berbisnis dari rumah.
Di hari Kartini, ia menuliskan satu kalimat di media sosialnya:
“Dulu Kartini menembus dinding keraton.
Hari ini, kita menembus batas pikiran.”
Dan di kolom komentar, ada ratusan anak muda menuliskan,
#AkuKartini
Penulis: Mohammad Yasin
Bagikan:
Desa Bumi Harapan
Kecamatan Bumi Makmur
Kabupaten Tanah Laut
Provinsi Kalimantan Selatan
© 2025 Powered by PT Digital Desa Indonesia
Pengaduan
0
Kunjungan
Hari Ini